Senin, 05 Desember 2011

Optimalisasi Aplikasi Konsep Perpustakaan Hibrida Sebagai Perpustakaan Ideal Masa Depan

Joan Pinontoan

Sumber daya manusia yang berkualitas mutlak diperlukan untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan negara di tengah derasnya kompetisi pada zaman globalisasi ini. Hal tersebut kini mengakibatkan kebutuhan akan ilmu pengetahuan menjadi sangat tinggi. Dengan seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan telah terus berkembang dan menjadi makin tak terbatas, dan manusia pun senantiasa dituntut untuk tidak pernah kehabisan akal dalam mengejar ilmu pengetahuan.
Buku merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan. Buku menghadirkan berbagai wawasan yang diperlukan oleh pembacanya, sehingga buku pun disebut sebagai Jendela dunia. Namun, harga buku yang terus melambung tiap tahunnya menjadikan buku menjadi suatu yang langka dan sulit untuk diperolah masyarakat, terutama yang berasal dari kelas sosial ekonomi rendah. Perpustakaanmenjadi satu jawaban pertanyaan tersebut. Perpustakaan didirikan pemerintah dengan harapan dapat membentuk suatu komunitas masyarakat yang kuat dengan bekal ilmu pengetahuan sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia yang merata (Anonim,2009). Namun, ternyata minat bacamasyarakat Indonesia yang tidak tinggi menjadikan pengadaan perpustakaan ternyata tidak efektif dalam menjawab tantangan zaman. Koleksi buku yang tidak update ditambah menjamurnya internet dan televisi membuat masyarakat enggan mengunjungi perpustakaan. Kurangnya pendanaan yang diberikan pemerintah kepada perpustakaan menjadikan perpustakaan tidak mampu memodernisasi diri dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sehingga perpustakaan yang ada selama ini cenderung terlihat ketinggalan zaman oleh masyarakat. Perpustakaan tidak menjadi sosok ideal bagi masyarakat dalam fungsinya sebagai sumber informasi.
Seiring semakin majunya dunia teknologi informasi, di negara maju konsep perpustakaan konvensional telah sukses menjalani fase modernisasi hingga muncul digitalisasi perpustakaan, atau yang disebut dengan perpustakaan digital. Hal ini pun dirasa dapat menjadi solusi yang tepat dalam mengembangkan dunia perpustakaan di Indonesia mengingat akses internet yang sudah sangat luas di Indonesia. Kendati demikian, Pembangunan Perpustakaan konvensional masih gencar diupayakan dengan melalui pendirian Pojok Baca maupun Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tetap harus didukung dan dihargai karena dalam setiap kemajuan perlu didapat melalui proses hingga tidak terjadi culture lag terutama di kalangan masyarakat pedesaan. Perlu rangkaian sinergi yang cerdas antara perpustakaan konvensional dan perpustakaan modern di Indonesia hingga terwujud tujuan yang akan dicapai yaitu masyarakat gemar membaca dan bebas buta aksara (Anonim, 2009).
Konsep perpustakaan hibrida menjadi alternatif yang tepat di tengah-tengah perpustakaan konvensional dan digital. Di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, konsep ini sudah mulai diterapkan di berbagai perpustakaan daerah, hanya saja tidak diselenggarakan secara optimal mengingat pendanaan dari pusat yang tidak merata. Perpustakaan hibrida dapat menjadi sosok perpustakaan ideal bagi masyarakat Indonesia yang masih berkembang di mana koleksi buku masih sangat diperlukan dan internet telah menjelma sebagai satu kebutuhan. Untuk itu, optimalisasi aplikasi konsep perpustakaan hibrida sangat diperlukan dengan harapan dapat menjadi satu refleksi yang tepat untuk menciptakan sosok perpustakaan yang ideal bagi masyarakat Indonesia.
II.   PERMASALAHAN
Permasalahan yang diangkat melalui artikel ini adalah:
1.   Bagaimana aplikasi konsep perpustakaan hibrida sebagai refleksi perpustakaan ideal masa depan?
2.   Bagaimana optimalisasi aplikasi konsep perpustakaan hibrida sebagai refleksi perpustakaan ideal masa depan?
III.  TUJUAN
Tujuan penulisan artikel ini adalah:
1.   Untuk menggambarkan aplikasi konsep perpustakaan hibrida sehingga dapat menjadi perpustakaan ideal bagi masyarakat
2.   Untuk menggambarkan langkah-langkah dalam mengoptimalkan aplikasi konsep perpustakaan hibrida
IV.  LANDASAN TEORI
IV.1      Gambaran Umum Perpustakaan
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah “perpustakaan”(berasal dari kata Sansekerta pustaka ) artinya kitab, buku. Dalam bahasa Inggris, pembaca tentu mengenal istilah library (berasal dari kata Latin liber atau libri ) artinya buku. Dari kata Latin tersebut terbentuklah istilah librarus yang artinya tentang buku. Dalam bahasa Belanda bibliotheek , Jerman bibliothek , Perancis bibliothrquo,Spanyol bibliothecadan Portugal bibliotheca. Semua istilah itu (berasal dari bahasa Yunani biblia ) artinya tentang buku, kitab. Dari istilah-istilah diatas diperoleh batasan perpustakaan merupakankumpulan buku, manuskripsi dan bahan pustaka lainnya yang digunakan untuk keperluan studi atau bacaan, kenyamanan atau kesenangan ( Webster’s Third Edition International Dictionary ,1961).
Batasan pengertian perpustakaan tersebut juga merupakan pandangan dari masyarakat tentang perpustakaan. Padahal dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat saat ini maka akan berpengaruh besar terhadap perkembangan perpustakaan, tentunya ini juga akan mengubah pengertian perpustakaan. Sehingga International Federation of Library Association and Institutionsmambatasi perpustakaan adalah kumpulan materi tercetak dan media noncetak dan atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk digunakan pemakai. ( Erliandani Angela, 2004)
IV.2      Gambaran Umum Perpustakaan Hibrida
Istilah perpustakaan hibrida masih sangat asing didengar di telinga, biasanya istilah hibrida lebih dikenal dalam bidang pertanian, khususnya tanaman, seperti kelapa hibrida. Menurut beberapa sumber, seperti Rusbridge(1998);  Breaks(2001); Oppenheim(2007); dan Wikipedia (2007); Perpustakaan Hibrida merupakan  perpaduan antara perpustakaan konvensional denganperpustakaan elektronik atau digital, dimana sumber-sumber informasi elektronis dan tercetak digunakan untuk mendukung satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, perpustakaan hibrida merupakan titik tengah antara perpustakaan tradisional dengan perpustakaan elektronik. Namun, pendapat ini terpecah menjadi dua, dimana satu pihak beranggapan bahwa perpustakaan hibrida hanya merupakan model pengembangan perpustakaan masa depan, sedangkan pihak lain beranggapan bahwa perpustakaan jenis ini merupakan tahap transisi sebelum suatu perpustakaan mengembangkan perpustakaan elektronik. Istilah perpustakaan hibrida lebih ditujukan pada cara perpustakaan melaksanakan fungsinya di masa yang akan datang, seperti yang banyak dilakukan oleh negara-negara berkembang. Perpustakaan jenis ini dapat dikembangkan pada tingkat local, nasional, maupun internasional. (Arwendria, 2009)
V.   PEMBAHASAN
V.1       APLIKASI KONSEP PERPUSTAKAAN HIBRIDA
Konsep perpustakaan hibrida tidak dapat dipisahkan antara perpustakaan konvensional danperpustakaan digital. Perpustakaan hibrida lahir sebagai sinergi yang cerdas antara ke dua jenis perpustakaan tersebut. Perpustakaan konvensional merupakan perpustakaan yang hanya menyediakan koleksi tercetak. Sedangkan perpustakaan digital berdasarkan International Conference of Digital Library 2004 adalah sebagai perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui format digital. Perpustakaan digital merupakan workstations yang saling berkaitan dan terhubung dengan jaringan network berkecepatan tinggi. Perpustakaan digital ini banyak dikembangkan oleh perpustakaan-perpustakaan Universitas di Amerika Serikat. Sementara perpustakaan hibrida adalah perpustakaan di mana koleksinya terdiri dari koleksi cetak dan juga koleksi elektronik. Proyek perpustakaan hibrida ini terutama banyak dikembangkan oleh perpustakaan-perpustakaan universitas di Inggris. (Octa,2005)
Dalam konsep perpustakaan hibrida, pengembangan resources dalam bentuk tradisional dan digital harus dipadukan secara seimbang. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi. Jadi dalam perpustakaan hibrida ini, pengguna selain memanfaatkan koleksi tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik dan virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi cetak dengan elektronik atau virtual, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah, dan terintegrasi (Arwendria, 2009).
Pada umumnya perpustakaan-perpustakaan di dunia yang mengalami modernisasi tidak berubah seratus persen menjadi perpustakaan digital, sehingga disebutlah sebagai perpustakaan hibrida atau perpustakaan dengan koleksi tercetak dan digital. Perpustakaan hibrida, yakni perpustakaan yang tetap membeli bahan pustaka dalam bentu tercetak, melanggan database komersial secara online, mendijitalkan koleksi yang ada (menambah unit scanning), meminta sivitas akademika menyerahkan koleksi dalam bentuk digital (CD), menambah layanan online delivery (layanan full-text articles), dan tetap memiliki perpustakaan yang luas untuk pelayanan perpustakaan.
Dalam rangka membangun perpustakaan hibrida atau digital, maka digitasi sangat diperlukan oleh sebuah perpustakaan. Untuk itu, perpustakaan yang sedang dalam taraf menuju perpustakaan digital maupun hibrida sebaiknya mulai membuka satu unit di dalam perpustakaan khusus untuk scanning koleksi cetak yang sudah ada seperti skripsi mahasiswa, tugas akhir mahasiswa, hasil penelitian dosen, skripsi/tesis/disertasi dosen, makalah presentasi civitas akademika, prosiding, jurnal, dll. Sebuah perpustakaan hibrida harus memiliki situs web dan harus ada seorang pustakawan yang khusus menangani situs web tersebut (webmaster) yang bertugas untuk meng-update informasi terbaru dari perpustakaan; menginformasikan berbagai kegiatan lembaga; mencari sumber-sumber informasi di internet untuk dibuat link, dan sebagainya. Perpustakaan hibrida juga harus menawarkan berbagai database maupun ebooks.Database yang banyak ditawarkan publisher ke Indonesia untuk bidang kesehatan dan kedokteran antara lain:  ProQuest Medical Library; EBSCO Medical Database;   American Chemical Society (ACS); ScienceDirect Biomedicine. (Anonim,2009)
V.2       OPTIMALISASI APLIKASI KONSEP PERPUSTAKAAN HIBRIDA
Perpustakaan diharapkan mampu menerapkan  konsep perpustakaan hibrida dengan lebih baik sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri dan terkesan hanya mengikuti trend belaka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Headline tahun 1998 terhadap harapan pemakai London School of Economics, The London Business School, dan University of Hertsfordshire dengan diterapkannya perpustakaan hibrida pada perpustakaan perguruan tinggitersebut disimpulkan bahwa pemakai membutuhkan:
1.   One stop shopping dan electronic full-text. Pemakai menginginkan sumber informasi yang mereka butuhkan tersedia dalam bentuk teks lengkap. Mereka tidak menghendaki perpustakaan hanya sekedar menyediakan cantuman bibliografi saja, sedangkan bentuk teks lengkapnya tersedia pada pangkalan data lainnya.
2.   Mampu melakukan penelitian secara mandiri. Biasanya pemakai cendrung mengikuti dan mencari daftar pustaka yang ada pada suatu artikel atau dokumen yang sedang mereka baca. Mereka menghendaki link dengan sumber informasi tersebut.
3.   Akses dari mana saja dan kapan saja. Pemakai tidak selalu betah belajar di perpustakaan. Mereka terkadang lebih suka menghabiskan waktu di rumah atau di mana saja untuk mengerjakan tugas-tugas yang sedang mereka kerjakan. Untuk ini, pemakai tentu harus memiliki seperangkat computer yang telah tersambung dengan internet. Jasa seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemakai.
4.   Nilai tambah. Pemakai sering membutuhkan informasi lanjut dari perpustakaan. Tidak semua pemakai suka bertanya langsung kepada pustakawan. Untuk itu, mereka membutuhkan sarana bertanya yang tersedia dalam format on-line atau lebih dikenal dengan FAQs (Frequently Asked Questions).
Berdasarkan harapan pemakai di atas, maka yang perlu dilakukan oleh suatu perpustakaan  dalam mengembangkan perpustakaan hibrida antara lain:
1.   Membangun pengakalan data Langkah pertama yang mesti dilakukan oleh perpustakaan adalah membangun pangkalan data bibliografi. Untuk itu, perpustakaan harus mengaplikasikan perangkat lunak khusus perpustakaan yang sesuai dengan standar penyelenggaran perpustakaan. Saat ini telah banyak beredar perangkat lunak khusus tersebut, seperti CDS-ISIS/Win-ISIS, SIAP, Caspia4Win, NCI Bookman, dll. Pangkalan data tersebut kemudian dapat dikembangkan dalam suatu jaringan yang digunakan oleh pemakai sebagai media penelusuran koleksi atau yang lebih dikenal dengan Online Public Access Catalog (OPAC).
2.   Membangun jaringan Agar pangkalan data tersebut dapat dimanfaatkan oleh pemakai dan terhubung dengan bagian lain di perpustakaan, maka perlu dibangun jaringan lokal (LAN). Seberapa banyak titik (node) yang akan dibuat, sangat tergantung dari kebutuhan perpustakaan yang bersangkutan, misalnya jumlah terminal untuk OPAC, sirkulasi, dll. Selain jaringan local, perpustakaan harus membangun jaringan internet yang akan digunakan untuk mengakses informasi, mengembangkan jaringan kerjasama secara elektronis, baik local, nasional, maupun internasional.
3.   Mengembangkan sistem peminjaman secara elektronis Pemakai, begitupun pustakawan sangat membutuhkan suatu sistem peminjaman yang cepat, tepat, dan akurat. Keinginan tersebut hanya dapat tercapai apabila perpustakaan telah menerapkan system peminjaman secara elektronis. Yang perlu dipahami adalah system peminjaman tersebut harus terintegrasi dengan system yang lainnya. Selain itu, seluruh koleksi perpustakaan atau koleksi tertentu harus diberi kode khusus yang dapat dibaca mesin pemindai atau yang lebih dikenal dengan barcode.
4.   Merancang website perpustakaan Pemakai menginginkan akses dari mana saja dan kapan saja. Secara fisik, perpustakaan kesulitan membuka layanan perpustakaan 24×7. Namun, TI mampu menggantikan peran tersebut dengan membangun suatu website perpustakaan yang dapat diakses pemakai kapan saja dan dari mana saja. Pemakai dapat menelusur informasi apa saja yang dimiliki oleh perpustakaan, mengunduh (download) informasi tertentu dalam bentuk teks utuh, memesan koleksi, dll. Perlu diingat bahwa website yang dibangun harus terintegrasi dengan system yang telah dibangun sebelumnya.
5.   Alihmedia (mengkonversi koleksi tertentu dari tercetak menjadi digital) Alihmedia merupakan pekerjaan yang membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang cukup besar. Perpustakaan harus selektif melakukan alihmedia koleksinya. Untuk langkah awal, perpustakaan harus mempertimbangkan koleksi unik yang mereka miliki. Maksud unik disini adalah kemungkinan koleksi tersebut tidak semua perpustakaan memilikinya.
Perpustakaan hibrida sebagai perpustakaan yang ideal diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan pengembangan minat baca dan kebiasaan membaca, sehingga semakin disadari bahwa masyarakat gemar membaca (reading society) merupakan persyaratan dalam mewujudkan masyarakat gemar belajar (learning society) yang merupakan salah satu cirri masyarakat maju dan beradab. Menurut Rachmanta, suatu perpustakaan yang ideal dapat terwujud apabila: berani memantapkan sesuai dengan jenisnya; selalu meningkatkan mutu melalui pelatihan-pelatihan bagi tenaga pustakawan; melakukan promosi dan menyelenggarakan jaringan kerja sama baik dalam maupun luar negeri; melakukan upaya-upaya pengembangan dan pembinaan perpustakaan terus menerus dari segi sistem manajemen dan teknis operasional. (Sismanto, 2007)
VI.        SIMPULAN DAN SARAN
VI.1      SIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1.   Konsep perpustakaan hibrida tidak dapat dipisahkan antara perpustakaan konvensional dan perpustakaan digital. Perpustakaan hibrida lahir sebagai sinergi yang cerdas antara ke dua jenis perpustakaan tersebut. Dalam konsep perpustakaan hibrida, pengembangan resources dalam bentuk tradisional dan digital harus dipadukan secara seimbang. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi.
2.   Perpustakaan diharapkan mampu menerapkan  konsep perpustakaan hibrida dengan lebih baik sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri dan terkesan hanya mengikuti trend belaka, sehingga perpustakaan hibrida dapat menjadi refleksi perpustakaan ideal masa depan.
VI.2      SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut di atas, beberapa hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut:
1.   Pengembangan perpustakaan hibrida perlu direncanakan seoptimal mungkin agar harapan pemakai terhadap jasa perpustakaan yang cepat dan tepat dapat terselenggara dengan baik.
2.   Pengembangan perpustakaan hibrida dapat dilaksanakan oleh perpustakaan daerah, terutama mengenai penyediaan perangkat lunak yang dapat digunakan oleh seluruh perpustakaan yang berada di bawah binaannya, sehingga kerjasama antar perpustakaan akan lebih mudah terbangun.
3.   Perlu dilaksanakannya pelatihan kepada para pustakawan dalam bidang teknologi informasi dan manajemen dalam rangka peningkatan kualitas jasa pelayanan perpustakaan hibrida.
DAFTAR PUSTAKA
1.     Anonim. 2009. Perpustakaan Tanpa Dinding Alternatif Perpustakaan Untuk Rakyat.http://www. jatiningjati. com/perpustakaan-tanpa-dindingalternatif.html [10 September 2009]
2.     Anonim. 2009. Pengembangan Perpustakaan. http://www. konsultanperpustakaan.com/Sistem Informasi Perpustakaan Digital.htm [10 September 2009]
4.     Erliandani, Angela. 2004. Meningkatkan Budaya Gemar Membaca Sebagai Upaya Mengoptimalkan Manfaat Perpustakaan dan Pembentukan Kepribadian.  http://www.usd.ac.id/lomba_menulis/juara3.htm [10 September 2009]
5.     Octa. 2005. Perpustakaan Digital VS Perpustakaan Hibrida. http://octa05.wordpress.com/perpustakaan-digital-vs-perpustakaan-hibrida/ [10 September 2009]
6.      Sismanto. 2007. Sinopsis  Manajemen Perpustakaan  Digital.  http://www. sismanto. multiply.com/… /Bedah_ Karya_ Manajemen_ Perpustakaan_Digital  [10 September 2009]

1 komentar: